lindungi bangsa, lindungi orang tercinta, lindungi diri kita sendiri..
Photobucket

Indah Berujung Neraka [ c e r p e n ]

Posted by Gayatri Perdanaga Halinsetya On Selasa, 28 September 2010 0 komentar

Cinta berbunga — Soen di Bandung sejak ia disapih ikut dengan Nini dan Aki. Soen merasa nyaman tinggal di Bandung, dia hanya sekali-kali berkunjung ke Jakarta ke rumah Papa Mamanya. Kini ia telah selesai kuliah. Ia bekerja di perusahaan asuransi. Cinta berbunga itu, karena suatu saat ia berkenalan dengan pemuda Ramses Handoko. Penampilan pemuda itu sungguh memikat. Di Bandung Ramses sedang mengikuti pelatihan yang di selenggarakan kantornya selama dua pekan.

Tiap hari kedua sejoli itu asyik betul mengembangkan pendekatan mereka, tiap malam mereka mengitari restoran menjelajahi wisata kuliner ala Bandung. Dua hari sebelum berakhir kursus Ramses, Soen membawanya ke rumah, Aki dan Nini terkesan dengan penampilan Ramses.
Suatu saat, Soen memperkenalkan Ramses kepada papa-mama, tidak dimengerti mengapa kedua orang tua itu tidak berkenan dengan sang calon. Setelah beberapa kali pertemuan Papa mengatakan bahwa tipe lelaki bergaya begitu, ada kecendrungan kasar dan temperamental, memang papa adalah seorang psikolog. Hubungan Bandung dan Jakarta mempunyai peluang bagi kedua sejoli untuk memanfaatkan peluang “menghilang”. Mereka segera mengajukan rencana pernikahan. Dari hubungan perundingan Bandung Jakarta, terjadi perbedaan pendapat. Aki dan nini setuju dengan Ramses, papa mama menolak.
“Aki, saya tahu kesimpulan papa itu, hanya sentimen kedaerahan, itu kuno, malah seharusnya aki dan nini yang berpikiran kuno, papa-mama menyebut-nyebut perang bubat segala. Apa hubungannya ?”.
“Soen memang ada orang yang beralasan demikian, ada kepercayaan yang demikian tidak membawa keberuntungan. Tetapi kalau aki hanya melihat ke depan, apakah calon kamu itu bekerja baik-baik atau pengangguran. Ramses telah bekerja di tempat yang terjamin, tetapi papa-mama berhak memberi pendapat, papa adalah wali nikah kamu, Soen”
“Biarlah kita tunggu sebentar, nanti aki dan nini akan berkunjung ke Jakarta.”



Di Jakarta perundingan aki-nini dengan papa-mama tidak menghasilkan persesuaian. Papa-mama tetap menolak menyetujui pernikahan Soen. Banyak sikap dan cara bicara Ramses yang mendorong papa, antipati kepadanya. Terakhir terdengar kabar papa-mama membiarkan perkawinan Soen dengan Ramses, tetapi papa-mama tidak merestui. Papa menyerahkan pernikahan mereka dengan wali hakim.
Perkawinan mereka berjalan mulus, sampai kelahiran anak pertama, keadaan akur-akur saja. Soen tidak bekerja lagi sejak pernikahan, ia benar-benar hanya menjadi ibu rumah tangga.
Tetapi belakangan ini, dengan berbagai alasan Ramses sering pulang larut malam. Ada tanda perubahan prilaku, bukan saja Soen pernah mencium bau alkohol, tetapi alasannya makin tidak masuk akal. Ia sudah berani pergi di hari Sabtu-Minggu, dengan alasan lembur. Tetapi ia tidak dapat dihubungi. Konon ia tidak mau diganggu konsentrasinya. Bossnya juga lembur tidak ditelepon-telepon oleh isterinya. “Aku malu Soen, ditelepon-telepon”.
Suatu saat Soen menemukan bon night-club untuk berdua. Dia simpan saja informasi itu. Soen mulai kecewa, mereka sudah sering bertengkar.
Soen tidak mengerti mengapa ia harus menemukan benda itu terjatuh dari tumpukan map dan amplop, sewaktu membereskan meja kerja. Benda itu mirip dengan gambaran di berita-berita TV. Narkotik-kah ? Dipertanyakan macam-macam alasan Ramses. Sebagai contoh bahan kimia-lah, milik temannya yang akan mengajukan penawaran untuk tender-lah, bahan kimia pemurnian airlah. Buntutnya pertengkaran.
Nalurinya sebagai istri mengatakan, Ramses telah terlibat perselingkuhan, dan juga Ramses adalah pecandu narkotika, atau malah kini lebih jauh lagi. Ia menyesal sebenarnya pada awal-awal pernikahannya. Ia sempat mendapat informasi tidak disengaja dari tante Ramses, bahwa Ramses pernah tertangkap dan kemudian dipecat dari sekolahnya, karena kasus ganja dan pil obat terlarang. Tetapi ia mengabaikan mempersoalkan itu.
Kini Soen makin peka, selalu ia mencium bau parfum yang bercampur baur dengan aroma aneh, bau keringat suaminya pun, yang dikenalnya bertahun-tahun, tercium aneh. Lebih aneh lagi, suaminya terkadang tidak pergi bekerja dengan alasan sakit, di rumah seperti mengantuk dengan sikap tubuh yang bergemetar dan kacau.
Ramses selalu menolak bila dianjurkan ke dokter. Dan pertengkaran kini telah dibumbui dengan tindakan Ramses yang ringan tangan. Perkawinan itu menjadi seperti neraka sekarang. Ramses selalu mangkir kerja (yang ternyata kalau pun ia pergi dari rumah — terkadang ia tidak ke kantornya). Surat panggilan agar istri datang ke kantor pun bisa disembunyikan Ramses. Ramses diskors, karena sering mangkir, tidak bersedia diperiksa lab dan medical check up.
Pertengkaran dan pukul memukul serta keributan rumah tangga makin sering terjadi berkali-kali dalam sehari. Dua anak lelaki hasil perkawinan itu pun kini mulai tergoncang.
Ramses sebagai suami atau bapak bagi anak-anaknya mulai menggoncang jiwa ke dua anak itu. Mereka takut sekali menyaksikan perkelahian kedua orang tuanya, mereka sangat tertekan. Kehidupan Ramses makin jelas dalam neraka narkotika itu. Istrinya Soen dalam penyiksaan batin dan kecewa yang berat. Ia tidak tahan hidup dalam kekurangan dan pertikaian yang menghantui sepanjang hari.
Ia tidak mempunyai tempat mengadu. Aki dan nini telah berpulang, dengan papa-mama tidak pernah bertaut kembali silaturrakhmi. Ia menjadi pasien psikolog, yang menganjurkan ia kembali bekerja untuk menjamin kehidupan dia dan kedua anaknya, sementara masih terikat dalam perkawinan. Ramses terkadang tidak pulang ke rumah. Sisi ini pernah diduga ia tergabung di dalam komunitas narkotikanya.
Rumah dan Rumah-tangga keluarga Ramses-Soen memang telah menjadi neraka jahanam di bumi. Rumah itu porak poranda tidak ada apa-apanya lagi, pukul memukul sering terjadi, kerusakan yang parah dialami jiwa kedua anak mereka. Perceraian hanya disetujui Ramses apabila kedua anak dibawah asuhannya. Dia mengancam akan membunuh mereka semua kalau anak dibawa.
Dan ke mana Soen akan membawa anak itu ? Pekerjaan dan penghasilannya belum terjamin. Soen tinggal di kos-kosan dengan teman-teman yang sepertinya senasib dengannya . Perempuan-perempuan berpenghasilan kecil sebagai sales, penjaga toko, atau bahkan attendant di praktek dokter atau waiter di restoran.
Ia bertekad melarikan anaknya apabila ia telah mendapat penghasilan atau sekedar tabungan. Bagaimana pun anak-anak itu masih berada di bawah naungan atap yang lebih memadai dari dirinya. Kedua anak itu kini ternyata telah diasuh nenek mereka, dan dibawa pindah ke Pasuruan.
Tidaklah mudah merehabilitasi cara hidup dan kehidupan para pecandu narkotika. Ramses telah kehilangan semua yang pernah dimilikinya, istri, pekerjaan dan rumahtangganya, anak-anaknya dalam bahaya kerusakan mental, dan ia pun pasti akan mati dalam kesengsaraan, tinggal menunggu saat saja.
Tubuhnya yang rentan, otot dan sendinya yang ngilu, jantung dan pernafasan yang menyesak. Ginjal dan hatinya telah meradang, kalau ia menjerit mengais-ngais mencari serpihan bubuk maut itu, belum tentu ada walaupun sekilas seperti mengingat alamat tempat komunitasnya berkumpul, ia ingin mengemis suntikan untuk meredakan penderitaan tidak terperikan. Apalah daya ia terkulai dan ambruk di trotoar di tepi jalan. Orang lalu lalang dengan jijik menghindar. Lalat berkerumun di bibir dan hidungnya. Tiada daya kalau pun ingin mengusirnya. Ia menantikan….suntikan.
Soen mendapat harapan sedikit, ia kini menjadi sales asuransi, empat bulan ini telah terlihat sedikit cercah cahaya kehidupan, ia bisa mengirimkan belanja untuk anak-anaknya. Apabila ia mencapai target enam bulan ini ia dijanjikan bonus, yang telah dipilihnya untuk melaksanakan umrah ke tanah suci. Ia ingin melakukan tobat dan berdoa, meminta ampunan atas dosa dan ketundurhakaannya terhadap kedua orang tuanya. Ia akan meminta maaf terlebih dahulu pada saat pamitan nanti.
Malaikalmaut telah menyuntik mati si Ramses Handoko. Ia mati tanpa ingat memohon ampun dan tobat. Jasadnya sampai pagi besoknya masih dikerubuti lalat di trotoar. Malam sebelumnya malah ada beberapa orang terjungkal karena kakinya tersangkut di onggokan bangkai yang tidak terlihat itu. Pagi ini semua orang menghindar setelah sekilas melihat ada bangkai manusia korban narkotika di sana. Ada bau busuk dan rasa jijik yang segera menghardik otak mereka.

http://www.kompasiana.com/tag/Narkotika/

0 komentar:

Posting Komentar


ShoutMix chat widget