“Maukah kau menjadi pasanganku nanti malam, Putri Seudati? Hanya semalam, sesudah itu kita berpisah. Kau bebas pergi bersama ke kasihmu. Ke lembah, ke gurun. Berkuda seharian sampai lelah.” Pria itu menumpukan kedua belah telapak tangannya di lutut Putri Seudati. Dia merendahkan dirinya serendah-rendahnya. Karena dia berharap, Putri Seudati mau menjadi kekasihnya semalam. “Bagaimana?”
“Aku….. Aku….” Putri Seudati gugup.
Tiba-tiba, “Cut! Cut! Ngomong kok gugup begitu. Udah, break dulu sejam. Nanti kita lanjutkan,” ucap Sam ngedumel. Dia bersungut-sungut sambil meninggalkan ruangan syuting.
Pria yang merayu Putri Seudati mengeluh seraya melemparkan topi bulunya. Dia adalah Tom. Murid kelas tiga SMU 18. Kebetulan sekali dia menjadi pasangan Rieke, yang berperan sebagai Putri Seudati.
“Kenapa sih permainanmu buruk! Padahal pementasan tinggal separuh bulan lagi. Bisa ditaruh di mana muka kita dengan peranmu yang kedodoran dan agak bloon.” Tom memukul kepalan tangannya sendiri.
Rieke mendengus. Hidungnya kembang-kempis. Emosinya hampir saja meledak. Seumur-umur, dia belum pernah diperlakukan begitu oleh seorang pria. Apalagi pria sekucel Tom. Tapi Rieke selalu tidak dapat berbuat banyak di depan Tom. Dia hanya mampu menangis atau mengigit sapu tangan di depan pria sombong itu.
“Tapi, aku sudah mencoba, Tom!”
“Mencoba!” Tom meledek. “Kau memang pantas menjadi piguran saja. Pemeran pembantu! Sudah, aku pulang saja! Bertengkar denganmu hanya membuat tubuhku kurus!”
“Tapi Tom, nanti Sam….” Rieke mencoba menahan langkah pria itu.
“Sebodo!” Tom menghilang di balik pintu.
* * *
Rieke tidak menyangka bisa takluk di hadapan Tom. Padahal apa sih kehebatan pria sombong itu. Rieke menyadari dia memiliki kharisma. Bahkan tatapannya yang lembut itu, mampu membuat wanita klepak-klepek. Tapi kenapa dia mampu menguasai Rieke yang setegar karang?
“Makan apa melamun, Mbak?” tanya Lika setengah mengagetkan. Rieke tersedak. Batang sayur kangkung yang dikunyahnya, tiba-tiba menempel di tenggorokan. Cepat-cepat dia minum. Cepat-cepat dia mencubit Lika yang nakal. Sayang, yang dicubit keburu berlari.
“We, nggak kena!” Lika menjulurkan lidahnya. Rieke meraih sendal. Tapi dia urung melemparkannya ke Lika. Mama tiba-tiba datang dan mengomel.
“Kalian ini, acara makan pun dibuat mainan! Lika, hentikan tarianmu!” Mama membentak. Lika buru-buru menutup pintu kamar sambil cekikikan. Sementara Rieke hanya bisa mendengus keki. Dia langsung meninggalkan meja makan.
“Eh, nasinya dihabiskan dulu!” protes Mama.
“Kenyang, Ma!”
“Dasar anak sekarang, selalu saja membuat pening kepala,” sungut Mama.
Rieke tidak mendengar lagi ocehan Mama. Pikirannya telah melambung kepada Tom. Ah, pria itu, kenapa mampu membuat Rieke mengharu-biru? Padahal wanita tomboy ini bertekad tidak cinta-cintaan dulu sebelum kuliah. Namun kenapa sekarang lain keadaannya?
Berperan sebagai Putri Seudati untuk pementasan drama minggu depan di kampus kuning, memang anugerah bagi Rieke. Dia akhirnya bisa berdekatan lebih lama lagi dengan Tom. Karena selama ini, dia hanya dapat melihat Tom dari jauh. Mengaguminya diam-diam setiap kali Tom ikut pementasan drama.
Hmm, entah angin darimana, dia mendadak dipilih Tom untuk pementasan drama itu. Suatu kesempatan baik tentu. Sayang, Rieke selalu terbawa perasaan ketika beradu dialog dengan Tom. Dia lebih banyak gagap ketimbang berbicara. Bahkan dia tidak mampu melawan sedikit pun ketika Tom membentaknya.
* * *
“Rieke! Sorry ucapanku yang kasar kemarin,” ucap Tom dengan nada bersalah. Rieke tidak menjawab. Dia semakin mempercepat langkahnya. Tapi pintu kelas yang dituju seolah berjarak sekian kilometer lagi jauhnya. “Ke!” Tom berdiri persis di depan hidungnya.
Wajah Rieke bersemu merah. Dia malu berat. Murid-murid SMU 18 yang melihat gelagat romantis dari Tom, bersuit-suit nakal.
“Kenapa?”
“Aku minta maaf, Rieke! Kemarahanku kemarin mutlak karena aku bertanggungjawab demi suksesnya pementasan ini.”
“Aku tahu.” Rieke melipatkan kedua belah tangan di depan dadanya. Sepertinya putri tomboy ini mulai berani menentang Tom.
Tom mendengus. “Tapi tujuan dari pementasan itu mempunyai arti lain bagiku. Sangat berarti, Ke! Aku…”
Tiba-tiba bel berbunyi. Tom tidak jadi melanjutkan pembicaraannya. Sebelum masuk ke kelasnya dia berkata, “Kutunggu kau di kantin. Akan kujelaskan semua kepadamu, Ke!”
Rieke risau. Selama pelajaran berlangsung, pikirannya hanya tertuju pada ucapan Tom. Apakah makna ucapannya itu? Apakah sesuatu yang berarti bagi Tom di balik pementasan drama nanti? Bisa berdekatan lebih lama dengan Rieke-kah tujuannya? Atau apakah dia ingin menjadikan Rieke sebagai pacarnya?
Ada sekuntum bunga tiba-tiba mekar di lubuk hati Rieke. Ada kehangatan menjalar sampai ke ubun-ubun. Ah, sekarangkah waktunya dia harus mengingkari janjinya sendiri? Mengingkari janji untuk tidak pacaran sebelum kuliah. Hmm, kalau maksud hati lain, perduli amat dengan janji-janji.
“Hai!” Akhirnya Rieke mendatangi Tom yang sudah menunggu di kantin. Dia duduk di sudut ruangan sambil menghirup teh manis. Ketika melihat Rieke, dia langsung melambai.
“Bagaimana? Sudah siap latihan nanti malam?” tembak Tom langsung.
Rieke jengah bercampur kesal. Bagaimanapun, dia sebenarnya tidak menginginkan Tom berbicara ngalor-ngidul. Dia ingin Tom berbicara tepat sasaran.
“Tom, tadi kau ingin membicarakan apa?”
“Yang mana?” Tom berlagak pikun.
“Tentang arti lain pementasan bagimu,” ucap Rieke tegas. Tom membuang pandang. Dia berdiri dan mengambil sebotol minuman untuk wanita itu.
Lama dia terdiam. Tapi akhirnya berbicara juga setelah Rieke mendengus beberapa kali.
“Ke, sebenarnya aku malu menceritakan ini kepadamu. Tapi demi menstimulus jiwa peranmu, tak apalah.” Dia menarik napas panjang sejenak. “Ke, kukatakan pementasan ini sangat berarti bagiku, sebab Sam pernah berjanji akan memberikanku nilai lebih, apabila pementasan drama berakhir sukses.”
“Nilai lebih itu, maksudmu uang, Tom?” Rieke berharap Tom menggeleng. Tapi dia malahan mengangguk tegas, sehingga Rieke merasa tubuhnya menjadi kuyu. Persis selembar daun tua yang gugur dan jatuh ke tanah. “Betapa komersilnya otakmu, Tom. Aku tidak menyangka kau teramat naïf di balik keangkuhanmu!”
“Tapi uang itu sangat kubutuhkan, Ke!”
“Untuk apa? Foya-foya? Atau membeli obat terlarang?” cecar Rieke. Dulu dia memang pernah mendengar masa lalu Tom yang kelam. Sebelum sibuk menjadi aktor drama pentas, Tom diisukin pernah kecanduan obat terlarang. Bahkan ketika kelas satu SMU, dia pernah diskorsing dua bulan karena kedapatan ngobat di toilet sekolah.
“Tidak!” Mata Tom seakan ingin menelan Rieke bulat-bulat. Rieke seperti melihat bara api yang amat panas di mata itu. “Ikut aku!” bentaknya. Dia langsung menyeret paksa Rieke.
“Tidak mau! Aku masih ada pelajaran setengah jam lagi!”
Tom tidak perduli penolakan Rieke. Dia menarik wanita itu sehingga membonceng di motor bututnya. Lalu keduanya membelah jalanan ibukota yang mulai macet.
Rieke masih ingin bertanya lebih banyak lagi. Tapi setiap kali akan membuka mulut, Tom langsung membentaknya. Akhirnya Rieke membisu, sampai suatu saat motor berhenti di depan sebuah rumah setengah permanen.
“Ini rumah siapa?”
“Ikut!” Tom membawa Rieke ke dalam sebuah kamar.
Rieke terkejut. Dia melihat sesosok pria kurus kering tengah terbaring di atas kasur tipis. Matanya cekung, sehingga mempertontonkan ceruk teramat dalam. Rambutnya awut-awutan dan berwarna merah. Rieke mecium bau pengap di situ. Bercampur aduk antara bau keringat dan pesing. Tom yang masih kesal, membuka jendela kamar sedikit demi sedikit. Barangkali dia takut pria yang terbaring itu terbangun.
“Siapa dia?”
“Adikku!” jawab Tom tanpa menoleh. “Inilah yang membuatku berjuang sekuat tenaga untuk mendapat uang lebih dari Sam.” Dia terduduk lesu di sebelah pria kurus itu. “Dia sama sepertiku. Seorang pecandu narkoba. Bedanya aku sekarang berubah dan kembali bersekolah. Sedangkan dia, tidak! Kecanduannya terhadap narkoba sudah berlebihan. Sampai sekarang dia sekarat karena tidak bisa memuaskan kecanduannya.
Kau tahu betapa mahal harga obat-obat terlarang itu? Bagaimana mungkin dia dapat memperolehnya?”
Rieke tersentuh. Dia tertunduk sambil menyeka air mata. “Berarti uang lebih dari Sam, akan kau gunakan membeli narkoba untuk adikmu?”
Tom menggeleng. “Tidak! Aku hanya ingin mengobatinya. Aku ingin dia berubah sepertiku. Dapat bersekolah dan tahu masa depannya. Tapi semua itu dapat terwujud hanya dengan uang, Ke! Kau tahu, selain akan memperoleh uang lebih dari Sam, aku juga berharap Sam akan mengorbitkanku menjadi bintang sinetron. Dia toh banyak relasi di pertelevisian. Dengan begitu aku akan lebih mudah mengobati adikku.”
Rieke menggenggam jemari Tom erat-erat. “Sekarang aku mengerti, Tom. Aku akan membantumu dengan menunjukkan permainan terbaikku pada pementasan drama minggu depan. Aku juga berharap, setidak-tidaknya ada pihak pertelevisian yang menonton dan kepincut permainanmu, Tom.”
“Juga permainanmu, Rieke!” Tom membalas genggaman Rieke lebih erat.
* * *
Hampir jam delapan malam, tapi Tom belum muncul juga. Padahal pementasan drama akan dimulai setengah jam lagi. Sam blingsatan. Berulangkali dia minum. Berulangkali pula mengumpat keterlambatan Tom.
Rieke tidak kalah cemasnya. Kalau sampai pementasan drama malam ini gagal, maka punah sudah harapan Tom mengobati adiknya. Sam pasti akan mendepaknya karena merasa dipermalukan. Dan Rieke tahu itu. Di otak Sam hanya ada uang dan ketenaran. Tidak perasaan!
“Aduh ke mana sih kau, Tom? Ayo muncullah, sebelum Sam memberikan peranmu kepada Martin. Tolonglah, jangan membuat renacana yang kita bangun rapi, porak-poranda hanya karena persoalan sepele,” gumam Rieke sambil bercermin.
Tapi Tom tidak datang juga. Sampai pementasan drama berakhir, batang hidungnya tetap tidak kelihatan. Sam benar-benar naik pitam. Pementasan drama mereka kedodoran, karena yang menjadi aktor utama adalah Martin. Dengan kondisi serba kacau, mereka hanya memperoleh juara paling buncit.
“Aku memecatnya malam ini. Titik!” tekannya seakan berbicara kepada Rieke.
Rieke hanya mengeluh kesal. Ketika menunggu Papa menjemputnya, tiba-tiba Ramadhan datang dengan wajah pucat. Dia langsung menarik Rieke ke belakang panggung.
“Gawat, Ke! Gawat berat!” katanya terbata-bata.
“Gawat kenapa?”
“Adik Tom yang sekarat itu, tadi siang benar-benar sekarat. Tom membawanya ke rumah sakit. Tapi karena tidak memiliki uang, Tom dan adiknya tidak diperdulikan di sana. Akibatnya, adik Tom meninggal. Sekarang jenazahnya sudah dikirim ke kampung.”
“Masya Allah! Tom-nya bagaimana?”
“Dia shock berat. Tapi dia masih tegar mengantarkan adiknya ke kampung. Menurut selentingan yang aku dengar, mungkin Tom akan lama di kampungnya. Atau bisa jadi dia tidak akan kembali lagi ke sini.”
Rieke merasakan pijakannya goyah. Dia limbung. Ramadhan bergegas memapahnya ke atas kursi.
“Sabar, Ke! Tenang!” saran Ramadhan.
Rieke hanya menerawang. Usahanya membantu Tom untuk mengobati adiknya, ternyata sia-sia. Sementara Tom yang diam-diam dicintainya, sekarang sudah pergi dan belum tentu akan kembali. Tapi yang paling dicemaskan Rieke, manakala Tom tidak tabah menerima semua cobaan ini.
Ah, akankah dia menjadi menjadi pecandu narkoba lagi seperti dulu? Tom, ingatlah, bahwa narkoba tidak akan menyelesaikan masalahmu. Tapi dia lambat-laun akan menimpakan berlaksa masalah tanpa kamu sadari. Ingatlah aku saja, Tom. Rieke yang diam-diam tetap mencintaimu.
Ini ga ngada-ngada. Aku pernah baca di suatu situs.
Kenyataan sungguh mengerikan dan benar-benar membuat miris. Para wanita korban Narkoba kalau sudah ketagihan akan menghisap darah menstruasinya sendiri. Celakanya, mereka juga kerap menggigit dan melukai orang yang berada di sekitarnya. Memang begitulah kalau sudah menjadi korban Narkoba, akal sehat jadi tersumbat.
Dewasa ini peredaran Narkoba luar biasa pesat. Tak cuma di perkotaan, kampung-kampung di pelosok desa pun tak luput dirambah. Dari segi pengguna juga cukup membuat kita miris. Kalau dulu para pengguna Narkoba sangatlah terbatas pada kalangan orang-orang berduit. Namun, sekarang ini, dari kuli bangunan hingga pejabat negara jadi pengguna Narkoba. Celakanya lagi, anak-anak usia sekolah dasar sudah ada yang menjadi pengguna Narkoba!
Keluarga sebagai komunitas terkecil di masyarakat tidak boleh lengah sama sekali. Saat ini kita betul-betul harus waspada dengan "serangan" narkoba yang bisa datang dari mana saja. Para remaja, waspadalah selalu, jangan pernah mau mencoba apapun alasannya. Walaupun dirayu dan dibujuk dengan ucapan : "ayolah...coba sekali saja, supaya kita tahu rasanya". Jangan pernah mencoba! Sebab sekali mencoba akan susah melepaskan diri. Sudah jelas narkoba itu berefek negatif, kenapa kita mesti mencoba??
Katakan tidak pada narkoba! Hanya orang bodoh yang bisa masuk ke dalam jeratan narkoba, zat dan obat-obatan terlarang. Para pengedar dan pembuat barang-barang setan tersebut akan melakukan berbagai promosi bujuk rayu menjebak mereka kepada orang-orang yang lemah iman dan tidak punya akal sehat untuk menjadi budak mereka.
Orang-orang yang sudah terkena narkoba bisa dibilang mayat hidup karena mereka seperti budak di mana jika dia tidak bisa mendapatkan barang haram tersebut dia akan rela melakukan apa pun yang kita inginkan jika kita memiliki barang haram itu. Efek kecanduan / ketagihan pada narkoba menyebabkan seseorang tidak konsen untuk menjalani hidupnya karena yang dipikirkan hanya bagaimana cara agar bisa mengkonsumsi narkoba terus menerus.
Berikut ini adalah tips bagi anda untuk memperkuat benteng dalam melawan narkoba yang mungkin anda akan butuhkan suatu saat nanti :
Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga jika disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Karena itu Pemerintah memberlakukan Undang-undang (UU) untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child (CRC) yang juga disepakati Indonesia pada tahun 1989, setiap anak berhak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi (termasuk HIV/AIDS dan narkoba) dan dilindungi secara fisik maupun mental. Namun realita yang terjadi saat ini bertentangan dengan kesepakatan tersebut, sudah ditemukan anak usia 7 tahun sudah ada yang mengkonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang dihirup). Anak usia 8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anak-anak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ekstasi, dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia).
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian narkoba oleh pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305. Data ini begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan meningkatnya kasus narkoba (lihat data narkoba BNN 2007) khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan mengancam. Dan dari keseluruhan kasus HIV/AIDS, hampir 50% penularannya dikarenakan penggunaan jarum suntik (narkoba) (Ditjen PPM&PL Depkes, 2007). Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak jarang para pengedar narkoba menyusup zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan efek kecanduan) ke dalam lintingan tembakaunya (Joyce Djaelani Gordon-aktifis anti drugs & HIV/AIDS, 2007).
Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan anak dari bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun pemerintah dalam UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba masih jauh dari harapan.
Narkoba adalah isu yang kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya masalah individu namun masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan besar yang melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Adalah sangat penting untuk bekerja bersama dalam rangka melindungi anak dari bahaya narkoba dan memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat seiring dengan menjelaskan kepada anak-anak tentang bahaya narkoba dan konsekuensi negatif yang akan mereka terima.
Anak-anak membutuhkan informasi, strategi, dan kemampuan untuk mencegah mereka dari bahaya narkoba atau juga mengurangi dampak dari bahaya narkoba dari pemakaian narkoba dari orang lain. Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya narkoba adalah dengan melakukan program yang menitikberatkan pada anak usia sekolah (school-going age oriented).
Ada tiga hal yang harus diperhatikan ketika melakukan program anti narkoba di sekolah. Yang pertama adalah dengan mengikutsertakan keluarga. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sikap orangtua memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan akan penggunaan narkoba pada anak-anak. Strategi untuk mengubah sikap keluarga terhadap penggunaan narkoba termasuk memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah. Kelompok dukungan dari orangtua merupakan model intervensi yang sering digunakan.
Kedua, dengan menekankan secara jelas kebijakan �tidak pada narkoba�. Mengirimkan pesan yang jelas �tidak menggunakan� membutuhkan konsistensi sekolah-sekolah untuk menjelaskan bahwa narkoba itu salah dan mendorong kegiatan-kegiatan anti narkoba di sekolah. Untuk anak sekolah harus diberikan penjelasan yang terus-menerus diulang bahwa narkoba tidak hanya membahayakan kesehatan fisik dan emosi namun juga kesempatan mereka untuk bisa terus belajar, mengoptimalkan potensi akademik dan kehidupan yang layak.
Terakhir, meningkatkan kepercayaan antara orang dewasa dan anak-anak. Pendekatan ini mempromosikan kesempatan yang lebih besar bagi interaksi personal antara orang dewasa dan remaja, dengan demikian mendorong orang dewasa menjadi model yang lebih berpengaruh.
